Nikmat Islam Adalah Anugerah Terbesar

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

MENJADI seorang Muslim bukanlah hasil kebetulan, melainkan rahmat paling agung dari Allah Ta’ala. Di tengah jutaan manusia yang hidup dalam gelapnya kesesatan, kita ditakdirkan mengenal Islam, menerima iman, dan hidup dalam tuntunan wahyu. Ini bukan sekadar identitas lahiriah, melainkan tanda cinta Allah yang tak terhingga.

Nikmat Islam bukan sembarang nikmat. Ia adalah karunia yang tak tertandingi oleh harta, jabatan, atau kekuasaan. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa Islam adalah bentuk kesempurnaan agama dan kelengkapan nikmat yang telah diberikan kepada umat manusia. Firman Allah Ta’ala:

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian.” (QS. Al-Māidah: 3)

Ayat ini turun di hari Arafah, saat haji Wada’, menandakan berakhirnya fase penyampaian risalah Islam oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam. Imam al-Qurthubi menyebut ayat ini sebagai ayat paling mulia dalam Al-Qur’an karena menunjukkan penyempurnaan agama dan nikmat dari sisi Allah.

Menjadi seorang Muslim bukan sekadar warisan dari orang tua. Betapa banyak yang lahir dari orang tua Muslim, namun hidupnya menjauh dari cahaya Islam. Sebaliknya, ada pula yang lahir di tengah kekufuran, namun Allah karuniakan hidayah sehingga menjadi pembela Islam yang tangguh. Maka, keberislaman kita harus disyukuri dan dijaga, karena ia adalah wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang terpilih.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَ إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الْإِيْمَانَ إِلَّا مَنْ أَحَبَّ
“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada siapa pun yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai. Akan tetapi, Dia hanya memberikan iman kepada orang yang dicintai-Nya.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Īmān, 1:348-349; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 275; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Sahihah, 6:213, no. 2714)

Hadis ini memberi peringatan bahwa kekayaan duniawi bukan ukuran kecintaan Allah. Bahkan orang-orang kafir dan durhaka pun diberi kelimpahan dunia. Namun, iman hanya diberikan kepada yang dicintai-Nya. Maka bila kita saat ini masih dalam pangkuan Islam, berarti kita termasuk hamba-hamba pilihan.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullāh pernah berkata, “Tidak ada nikmat yang paling besar setelah nikmat Islam selain nikmat istiqamah di atasnya.” Betapa banyak orang yang mengenal Islam, tapi tidak memahami hakikatnya. Ada yang menjadikan Islam sebatas simbol, tanpa kesadaran akan tanggung jawab dan kehormatan sebagai hamba Allah.

Bahkan para salafush-shalih sangat khawatir kehilangan hidayah di akhir hayat. Doa mereka senantiasa memohon husnul khātimah. Allah mengajarkan kita dalam Al-Qur’an:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.” (QS. Āli ‘Imrān: 8)

Ini menunjukkan bahwa hidayah adalah milik Allah sepenuhnya. Tidak ada yang bisa menjamin keislaman seseorang kecuali Allah menghendakinya. Karena itu, kewajiban kita adalah menjaga nikmat ini dengan syukur yang nyata: berupa ilmu, amal, dan akhlak yang mencerminkan keindahan Islam.

Syukur atas nikmat Islam bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi dibuktikan dengan penghambaan yang tulus dan sikap hidup yang sesuai syariat. Jika kita diberikan akal untuk memahami, maka gunakanlah untuk mentadabburi wahyu. Jika diberikan waktu luang, maka isilah dengan amal shaleh. Dan jika diberikan umur panjang, maka manfaatkanlah untuk mendekat kepada-Nya.

Jangan sampai nikmat Islam ini sia-sia karena kelalaian dan kemaksiatan. Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan Muslim.” (QS. Āli ‘Imrān: 102)

Ayat ini menjadi penegas bahwa mempertahankan Islam hingga akhir hayat adalah tugas besar. Jangan biarkan dunia menipu, jangan biarkan hawa nafsu mengalahkan iman. Berpeganglah pada Al-Qur’an dan Sunnah, karena keduanya adalah warisan Rasulullah yang akan menyelamatkan kita.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa nikmat Islam adalah sumber dari segala nikmat lain. Tanpa Islam, segala bentuk keberhasilan dunia tidak bermakna di sisi Allah. Maka, bersyukurlah bila kita masih bisa sujud, membaca Al-Qur’an, dan menyebut nama-Nya dalam dzikir.

Syukur ini juga harus tercermin dalam dakwah. Jika kita merasakan nikmat Islam, ajaklah orang lain untuk ikut merasakannya. Dakwah adalah wujud cinta terhadap sesama. Jangan simpan hidayah ini untuk diri sendiri. Sampaikan walau satu ayat, sebagaimana wasiat Rasulullah.

Akhirnya, mari kita renungkan: adakah anugerah yang lebih besar dari Islam? Bukankah dunia ini sementara, sedangkan agama adalah jembatan menuju keabadian? Maka jagalah nikmat ini. Berdoalah agar hati kita tetap teguh di atas Islam. Sebab tidak ada jaminan kita akan menutup usia dalam keadaan yang sama.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:

اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Ya Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad no. 23408; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jāmi’ no. 1264)

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang selalu bersyukur atas nikmat Islam. Semoga Dia menjaga hati dan amal kita agar tetap dalam hidayah hingga maut menjemput. Dan semoga kita semua dipanggil dalam keadaan husnul khātimah. Āmīn.