banner 728x90
Dakwah  

Jangan Campuri Rumah Tangga Mereka

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

DALAM kehidupan rumah tangga, kerap kali hadir suara-suara dari luar yang mengaku peduli, namun tanpa disadari justru memperkeruh suasana. Terlebih bila datang dari orang tua, saudara, atau kerabat dekat. Padahal, dalam Islam, menjaga batasan dan adab dalam mencampuri urusan rumah tangga orang lain adalah bagian dari akhlak dan ketakwaan.


Rumah tangga adalah medan jihad. Di dalamnya ada perjuangan, pengorbanan, kesabaran, dan harapan. Ketika dua insan telah berikrar dalam ikatan pernikahan, maka mereka juga mengambil tanggung jawab untuk saling membina, memperbaiki, dan menjaga satu sama lain dari badai kehidupan. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini menegaskan bahwa ketenangan, kasih, dan sayang dalam rumah tangga adalah nikmat yang hanya bisa tumbuh jika pasangan diberi ruang untuk saling memahami. Campur tangan yang berlebihan dari luar dapat merusak ketenangan ini, terlebih bila berbentuk hasutan atau pengaruh negatif.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi pedoman etika dalam berbicara. Jangan sampai nasihat atau komentar yang keluar justru menjadi bara yang menyulut api konflik. Islam tidak melarang memberi nasihat, namun harus dengan adab dan hanya ketika diminta. Allah mengingatkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan sesuatu yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu…” (QS. Al-Ma’idah: 101)

Orang tua dan saudara harus menyadari bahwa niat baik sekalipun harus dibarengi dengan hikmah dan waktu yang tepat. Seringkali, yang terjadi justru penilaian sepihak, menyudutkan salah satu pasangan, lalu memicu perceraian tanpa memberi ruang perbaikan. Padahal, Islam sangat membenci perceraian yang tergesa-gesa. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.” (HR. Abu Dawud)

Jika perceraian saja dibenci oleh Allah, maka bagaimana dengan orang yang menjadi penyebabnya? Orang yang mendorong, memprovokasi, atau bahkan ‘mengompori’ hingga sepasang suami istri berpisah, bisa jadi dia telah menanam dosa tanpa ia sadari. Dalam hadis lain:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya.” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menjadi tamparan keras bagi siapa pun yang ikut andil memisahkan rumah tangga. Bahkan Nabi ﷺ menyatakan bahwa mereka bukan bagian dari umat beliau. Ini adalah peringatan keras akan akibat campur tangan yang destruktif.

Tentu bukan berarti kita harus membiarkan rumah tangga yang sedang bermasalah terpuruk begitu saja. Tapi bantuan terbaik bukanlah intervensi, melainkan doa, dukungan moral, dan menjadi telinga yang sabar bila diminta. Jika diminta nasihat, sampaikan dengan tenang, adil, dan tanpa menyulut emosi. Allah SWT menegaskan pentingnya keadilan:

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, sekalipun terhadap kerabat.” (QS. Al-An’am: 152)

Sungguh tidak bijak jika orang tua atau saudara mencampuri setiap keputusan dalam rumah tangga anak-anaknya, terlebih lagi dengan asumsi bahwa mereka lebih tahu atau lebih berhak. Bukankah setiap generasi memiliki jalan dan tantangan sendiri? Bukankah setiap pasangan berhak tumbuh dan belajar dari pengalaman mereka sendiri?

Tak jarang pula, niat ‘menolong’ justru didasari oleh emosi pribadi, ketidaksukaan pada menantu, atau keinginan mengatur hidup orang lain. Ini bukan cinta. Ini dominasi. Ini ego yang dibungkus kepedulian.

Biarkan pasangan itu saling belajar. Biarkan mereka membuat kesalahan dan memperbaikinya. Sebab rumah tangga bukan panggung sempurna, tapi ladang ujian yang terus membentuk dua jiwa agar semakin matang dan dewasa. Jangan rusak ladang itu dengan mencampurinya dengan tangan yang kotor oleh prasangka.

Jika ingin membantu, bantu dengan doa:

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمَا، وَاهْدِهِمَا لِسُبُلِ السَّلَامِ
“Ya Allah, satukan hati mereka, perbaikilah hubungan di antara mereka, dan tuntunlah mereka ke jalan keselamatan.”

Doa semacam inilah yang lebih dibutuhkan, bukan komentar yang menyudutkan atau ajakan untuk berpisah. Ingatlah, rumah tangga itu seperti bahtera. Tak semua orang tahu badai seperti apa yang sedang dihadapi di dalamnya. Jangan menjadi ombak tambahan, cukup jadi cahaya dari mercusuar.

Dan bila hari ini kau menyulut perceraian seseorang, lalu esok Allah balas dengan keretakan di keluargamu, adakah yang bisa kau keluhkan?

Mau punya Media Online sendiri?
Tapi gak tau cara buatnya?
Humm, tenang , ada Ar Media Kreatif , 
Jasa pembuatan website berita (media online)
Sejak tahun 2018, sudah ratusan Media Online 
yang dibuat tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia.
Info dan Konsultasi - Kontak 
@Website ini adalah klien Ar Media Kreatif disupport 
dan didukung penuh oleh Ar Media Kreatif