
Oleh: Dwi Taufan Hidayat
DALAM kehidupan sehari-hari, kita tak luput dari interaksi dengan siapa sajaโmuslim maupun non-muslim. Dan di antara dinamika itu, kadang kita dihadapkan pada kenyataan bahwa seorang non-muslim yang kita kenal, bahkan mungkin punya hubungan baik atau jasa kepada kita, meninggal dunia.
Lalu muncullah pertanyaan: bolehkah seorang muslim mengucapkan kalimat istirjaโโinna lillฤhi wa inna ilaihi rฤjiโลซnโkepada non-muslim yang wafat?
Pertanyaan ini wajar dan muncul dari keinginan hati seorang muslim untuk tetap berjalan di atas tuntunan agama. Dan jawabannya, sebagaimana dijelaskan para ulama, adalah boleh, selama kalimat itu tidak disertai doa ampunan atau harapan keselamatan akhirat bagi yang telah wafat.
Karena sejatinya, kalimat istirjaโ adalah bentuk pengakuan kita sebagai hamba bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kalimat ini bukanlah doa, melainkan bentuk kepasrahan, bentuk tauhid dan penerimaan atas takdir Allah yang berlaku bagi siapa saja, termasuk atas kematian seorang non-muslim.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya:
ุฐุง ู ุงุช ุฑุฌู ุฃู ุงู ุฑุฃุฉ ููู ูุงูุฑุ ูู ูู ูู ุฃู ูููู: ุฅููููุง ููููููู ููุฅููููุง ุฅููููููู ุฑูุงุฌูุนููููุ
“Jika seorang laki-laki atau perempuan kafir meninggal dunia, bolehkah kita mengucapkan: ‘Inna lillฤhi wa inna ilaihi rฤjiโลซn’?”
Beliau menjawab:
ุงููุงูุฑ ุฅุฐุง ู ุงุช ูุง ุจุฃุณ ุฃู ุชููู: ุฅููููุง ููููููู ููุฅููููุง ุฅููููููู ุฑูุงุฌูุนููููุ ุงูุญู ุฏ ูููุ ู ู ุฃูุฑุจุงุฆูุ ูุง ุจุฃุณุ ูู ุงููุงุณ ุฅูู ุงููู ุฑุงุฌุนููุ ูู ุงููุงุณ ู ูู ููู ุณุจุญุงูู ูุชุนุงููุ ูุง ุจุฃุณ ุจูุฐุง.
“Jika seorang kafir meninggal, maka tidak mengapa kamu ucapkan: ‘Inna lillฤhi wa inna ilaihi rฤjiโลซn’. Jika ia keluargamu, tidak mengapa. Semua manusia akan kembali kepada Allah. Semua adalah milik Allah. Maka tidak masalah dengan hal itu.”
Namun, Syaikh bin Baz menegaskan satu hal penting: meskipun kita boleh mengucapkan istirjaโ, tidak boleh mendoakan ampunan untuknya.
ูููููููู ููุง ููุฏูุนูู ููููุ ู ูุง ุฏูุงู ู ููุงููุฑูุง ููุง ููุฏูุนูู ููููุ ููููุง ููููุงูู: ููุง ุฃููููุชูููุง ุงููููููุณู ุงููู ูุทูู ูุฆููููุฉู ุงุฑูุฌูุนููุ ููุฃูููู ุงููููููุณู ููุฐููู ุบูููุฑู ู ูุทูู ูุฆููููุฉูุ ููููุณู ููุงุฌูุฑูุฉู.

“Namun, tidak boleh didoakan untuknya, karena selama dia kafir, tidak boleh didoakan. Tidak boleh pula dikatakan: ‘wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai,’ karena jiwa orang kafir bukanlah jiwa yang tenang. Itu adalah jiwa yang penuh kefajiran. Ucapan seperti itu hanya pantas ditujukan kepada orang-orang beriman.”
Dengan demikian, batasan itu menjadi terang: kita tidak boleh mengucapkan doa seperti, โsemoga tenang di sisi-Nya,โ atau โsemoga diampuni dan mendapat tempat terbaik.โ Ini adalah doa-doa khusus yang hanya pantas dipanjatkan untuk mereka yang wafat dalam keadaan beriman.
Karena Allah Taโala dengan tegas berfirman dalam Al-Qurโan:
ู
ูุง ููุงูู ููููููุจูููู ููุงูููุฐูููู ุขู
ููููุง ุฃููู ููุณูุชูุบูููุฑููุง ููููู
ูุดูุฑูููููู ูููููู ููุงูููุง ุฃูููููู ููุฑูุจูู ู
ููู ุจูุนูุฏู ู
ูุง ุชูุจูููููู ููููู
ู ุฃููููููู
ู ุฃูุตูุญูุงุจู ุงููุฌูุญููู
ู
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik, walaupun mereka itu kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim.” (QS. At-Taubah: 113)
Imam An-Nawawi rahimahullah pun menegaskan:
ูุงู ุงููููู ุฑุญู
ู ุงููู: ูุฃู
ุง ุงูุตูุงุฉ ุนูู ุงููุงูุฑ ูุงูุฏุนุงุก ูู ุจุงูู
ุบูุฑุฉ ูุญุฑุงู
ุจูุต ุงููุฑุขู ูุงูุฅุฌู
ุงุน.
“Adapun menshalati orang kafir dan mendoakan ampunan baginya, maka hukumnya haram berdasarkan nash Al-Qurโan dan ijmaโ.” (Al-Majmuโ, 5/120)
Namun demikian, tidak ada salahnya jika seseorang mengucapkan kepada kita kalimat seperti: ุนูุธููู ู ุงูููู ุฃูุฌูุฑููู ููููู (Semoga Allah membesarkan pahalamu atas musibah ini) atau ุฃูุญูุณููู ุงูููู ุนูุฒูุงุกููู ููููู (Semoga Allah memberikan penghiburan atas kehilangan ini), sebagai bentuk empati terhadap kita yang ditinggalkan. Apalagi jika orang non-muslim tersebut pernah berjasa, pernah membantu kita dalam kehidupan, pernah menunjukkan sikap baik.
Tetapi semua itu tetap berada dalam koridor adab Islam. Kita menghormati, menjaga adab, namun tidak melanggar batas akidah.
Kesimpulannya, seorang muslim diperbolehkan mengucapkan kalimat inna lillฤhi wa inna ilaihi rฤjiโลซn atas meninggalnya non-muslim, sebagai pengakuan bahwa semua makhluk adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Tapi tidak dibenarkan untuk mendoakan ampunan, ketenangan, atau surga bagi mereka yang wafat dalam kekafiran. Karena agama ini dibangun di atas kejelasan, bukan keraguan. Di atas kebenaran, bukan sentimentalitas.
Semoga Allah menjaga hati dan lisan kita tetap berada di atas petunjuk, serta memberi kita kejelasan dalam bersikap di tengah dunia yang terus melebur batas-batas. Dan semoga setiap kematian, siapapun yang wafat, menjadi pengingat akan hakikat kehidupan: bahwa semua kita akan kembali kepada-Nya, dengan membawa amal masing-masing, bukan relasi sosial atau perasaan semata.