JAKARTA — Indonesian Royalty Watch (IRW) menyebutkan jika Indonesia tidak mengenal istilah Direct License (Pembayaran Royalti langsung ke pencipta) sesuai Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC).
Dalam UUHC, pembayaran royalty harus melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Jadi jika ada pencipta lagu menyebutkan pembayaran royalti secara langsung (Direct License), Indonesia berdasarkan UUHC 28 tahun 2014 tidak mengenal itu,” kata Ketua Umum Indonesian Royalty Watch (IRW), HM. Jusuf Rizal, SH kepada media di Jakarta, Minggu (15/9/2024).
“Semua (sistem pembayaran royalty) telah diatur melalui mekanisme lewat LMK/LMKN, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri,” tegas Jusuf Rizal, yang juga Ketua Umum MADAS Nusantara.
Penjelasan Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak itu, sekaligus menanggapi kasus penyanyi Agnes Monica yang dilaporkan oleh pencipta lagu Ari Bias ke Bareskrim Mabes Polri dan Pengadilan Niaga Jakarta.
Ari Bias yang didampingi pengacaranya, Minola Sebayang, menilai Agnes Monica telah melakukan pelanggaran UUHC, khususnya Pasal 9 Ayat 1,2 dan 3, yakni menggunakan lagu tanpa izin.
Sebagaimana diketahui publik dalam konsernya di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya, Agnes Monica telah membawakan satu buah lagu ciptaan Ari Bias.
Atas penggunaan lagu tersebut, Ari Bias merasa tidak pernah memberikan izin, sebab Ari Bias memberlakukan Direct License setiap lagunya. Ia juga mengaku tidak memperoleh Royalti atas penggunaan lagu ciptaannya yang digunakan.
Pihak Ari Bias sudah melakukan somasi ke Agnes Monica namun tidak ditanggapi. Atas penggunaan lagu yang dibawakan di tiga kota tersebut, Ari Bias meminta pembayaran royalti sebesar Rp.500 juta tiap kota, sehingga total royalty Rp.1,5 miliar.
Ari Bias pun melaporkan ke Pengadilan Niaga Jakarta, namun Agnes Monica tidak merespon.
Menurut Jusuf Rizal selaku Ketum IRW, setidaknya ada tiga hal yang mungkin membuat Agnes Monica tidak menanggapi somasi, pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri dan Pengadilan Niaga Jakarta atas pelanggaran UUHC Pasal 9 ayat 1,2 dan 3 yang dilakukan pihak Ari Bias didampingi pengacara Minola Sebayang
Pertama, kata Jusuf Rizal, Agnes Monica barangkali merasa tidak melakukan pelanggaran UUHC sebagaimana dituduhkan.
“Karena bisa saja Agnes Monica menggunakan Pasal 23 UUHC Ayat 5 yang berbunyi setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tanpa izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan/royalti kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di mana pencipta bernaung,” jelas Jusuf Rizal.
Kedua, sesuai UUHC Pasal 87 siapa pun tidak dilarang menggunakan hasil ciptaan orang lain secara komersial, asal telah membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
“Artinya setiap orang boleh menggunakan lagu ciptaan siapa pun asal memenuhi sebagaimana Pasal 87 UUHC,” tandas Jusuf Rizal.
Tapi bukankah di Pasal 9 jelas dinyatakan adanya perlindungan hak eksklusif pencipta lagu? tanya media.
Jusuf Rizal menjawab, memang betul UUHC Pasal 9 telah mengakui jika hak moral dan hak ekonomi para pencipta dilindungi UUCH.
“Tapi Pasal 9 itu tidak berdiri sendiri. Perlu pengaturan teknis yang dijabarkan di Pasal 23 UUHC dan pembayaran royaltinya diatur di Pasal 87 serta Peraturan Pemerindan dan Peraturan Menteri,” kata Jusuf Rizal menerangkan.
Karena itu, lanjut Jusuf Rizal, IRW menilai laporan ke Bareskrim Mabes Polri dan Pengadilan Niaga Jakarta oleh Ari Bias atas pelanggaran UUHC jika hanya berdasarkan Pasal 9 UUHC masih lemah.
“Karena bisa saja Agnes Monica telah membayar royalti sesuai ketentuan Pasal 23 dan 87 UUHC,” tegas Jusuf Rizal, Ketua LBH LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu.
Ketiga, lanjut Jusuf Rizal, Indonesia sesuai UUHC tidak mengenal istilah Direct License (Pembayaran Langsung) Royalti kepada para pencipta atas lagu ciptaannya yang digunakan secara komersial.
“Karena UUHC telah mengatur secara jelas di dalam UUHC agar para pencipta lagu hak moral dan ekonominya terlindungi secara umum (berlaku untuk semua),” ungkap Jusuf Rizal.
Jika ada pencipta lagu memproklamerkan bahwa setiap lagu ciptaannya jika mau digunakan secara komersial harus dengan cara Direct License, menurut IRW justru itu merupakan pelanggaran UUHC.
Jusuf Rizal dengan tegas mengatakan, jika ada yang tidak setuju dengan UUHC 28 Tahun 2014, pilihannya hanya ikut aturan atau keluar dari Indonesia. Jadi pencipta lagu dapat mengikuti aturan di negara yang menggunakan Direct License untuk pembayaran royalti. Atau bisa dengan mengubah UUHC 28/2014.
“Sepanjang belum ada perubahan, siapa pun harus tunduk pada UUHC 28/2014,” tandas Jusuf Rizal.
Sebaliknya, Jusuf Rizal menilai Justru jika pencipta lagu memaksa para pengguna lagu ciptaannya harus membayar royalti langsung (Direct License) dapat dilaporkan sebagai pelanggaran UUHC.
“Dalam kasus Agnes Monica, Ari Bias bisa dilaporkan juga atas pelanggaran UUITE 27A, jika ternyata Agnes Monica telah melaksanakan Pasal 23 Ayat 5 dan Pasal 87 serta Peraturan Pemerintah dan Permen,” tegas Jusuf Rizal, Ketum Indonesian Journalist Watch (IJW) itu.