Jakarta, MitraKepolisian.com — Kasus dugaan korupsi dan atau penggelapan dana Rp2,9 miliar dari bantuan Kementerian BUMN untuk pelaksanaan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) dari Total Rp. 6 miliar, makin panas.
Bendahara Umum (Bendum) PWI Pusat, Martin Slamet menyebutkan ada percairan dana dari rekening PWI Pusat sekitar Rp1.000.080.000 untuk Cashback ke oknum di BUMN berinisial G melalui Sekjen PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah.
Dalam penjelasan tertulis yang beredar di publik dan telah dilaporkan ke pihak Mabes Polri oleh Wartawan PWI, Edison Siahaan dan LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), Martin Slamet menjelaskan ada percairan dana sebanyak dua kali dengan total Rp. 1.000.080.000 (@ Rp.540 juta) atas keterangan sebagai Cashback kepada oknum di BUMN berinisial G.
Pencairan dana Cashback pertama sebesar Rp5.40 juta dilakukan pada akhir Desember 2023 dimana Cheque ditandatangani Sekjen Sayid Iskandarsyah dan Wakil Bendum, M.Ihsan. Kemudian Cashback kedua Rp540 juta tanggal 13 Februari 2024.
Cheque untuk cashbeck itu ditandatangani Ketum dan Sekjen, tanpa tanda tangan Bendum Martin Slamet. Padahal jika mengacu Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI pasal 12 dan 15 huruf C, cheque hanya bisa dicairkan dengan tanda tangan tiga orang, yaitu Ketua Umum, Sekjen, dan Bendahara Umum.
Disebutkan, jika uang Cashback pertama Rp.540 juta diantar ke BUMN, dimana di dalam tanda terima ditandatangani oleh oknum berinisial huruf G. Sementara dana Cashback kedua Rp.540 juta tanda penerima tertulis Sekjen PWI Sayid Iskandarsyah.
Menjawab pertanyaan wartawan secara terpisah, pengiat anti-korupsi, Presiden LSM LIRA, HM.Jusuf Rizal,SH menyebutkan jika ada dana Cashback ke oknum BUMN atas bantuan dana Kementerian BUMN —- baik itu dana hibah, CRS maupun Sponsorship —- itu masuk kategori gratifikasi. Maka dapat dikategorikan mengandung unsur korupsi oleh oknum BUMN berisial G itu.
“Karena ada penyebutan Cashback ke oknum BUMN dan di tanda terima ada nama berinisial G, maka layak diusut tuntas. Kemudian caschback kedua diterima Sekjen Sayid Iskandarsyah. Karena ada peristiwa penerimaan uang Rp1.000.080.000 (Rp1 miliar). Ini masuk gratifikasi dan penggelapan,” tegas Jusuf Rizal yang merupakan wartawan PWI era Masdun Pranoto itu.
Namun, lanjut pria berdarah Madura-Batak Ketum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia) itu, ada beberapa yang layak dicermati dalam kontek tersebut yaitu pelanggaran peraturan Anggaran Rumah Tangga (ART) PWI, karena penandatangan Cheque pencairan dana untuk Cashback tanpa tanda tangan Bendum, Martin Slamet. Hal itu dinilai pelanggaran berat, bukan lagi etik dan moral tapi sudah kriminal.
Lebih lanjut, Jusuf Rizal menilai kasus ini menjadi menarik, karena terjadi di organisasi wartawan tertua di Indonesia. Semestinya PWI Pusat memberi contoh dalam pengelolaan organisasi yang baik, transparan, dan akuntable.
“(PWI) Tidak bisa menyalahkan publik yang ikut mengkritisi, karena ini menyangkut nama baik wartawan dan juga institusi PWI. Apalagi itu ada dana pihak pemerintah melalui Forum Humas BUMN atau BUMN,” tandas Jusuf Rizal.
Ketika ditanya, anda (Jusuf Rizal) dibilang sama Ketum PWI Pusat, Hendry Ch. Bangun, tidak usah cawe-cawe urusan PWI, apa tanggapan anda?
Jusuf Rizal menegaskan bahwa LSM LIRA tidak punya kepentingan terhadap kepengurusan PWI Pusat. Yang dikritisi oleh LSM LIRA adalah penggunaan dana yang terkait dengan penggunaan dana pemerintah melalui Kementerian BUMN/Forum Humas.
“Sepanjang itu ada penggunaan dana dari pemerintah, maka masyarakat dapat melakukan pengawasan. Nah, PWI Pusat menggunakan dana pemerintah. Jika swasta, LSM LIRA tidak berhak, tapi karena ada unsur dana pemerintah, LSM LIRA dibenarkan ikut mengkritisi dan mengawasi penggunaannya sebagai Civil Society Organization” tegas Jusuf Rizal yang pernah di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta dan Jayakarta itu.