JAKARTA, RL – Andi Permana, Bidang SKKI Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumbar Kementerian Keuangan membuat suatu ulasan yang menarik dan cukup mendalam sebagai refleksi terhadap fungsi pemerintahan dalam pelayanan publik yang bersih dan berkualitas. Berikut tulisannya:
Beberapa waktu yang lalu, Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara telah merampungkan penilaian Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) terhadap 3.691 unit organisasi pemerintah dari 70 kementerian /Lembaga, 20 Pemerintah provinsi, dan 161 Pemerintah Kabupaten/Kota.
Makin banyaknya jumlah unit organisasi pemerintah yang ikut di dalam penilaian ZI Menuju WBK dan WBBM menunjukkan semakin kuatnya tekad dan upaya pemerintah untuk mereformasi tata Kelola pemerintahan menuju arah yang lebih baik.
Dengan tata Kelola yang lebih baik, diharapkan kualitas pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakat juga akan bertambah baik.
Penilaian ZI menuju WBK/WBBM tersebut dilakukan oleh Tim Penilai Nasional Reformasi Birokrasi dari Kemenpan RB. Ada 3 tahap yang harus dilewati sebelum unit organisasi pemerintah akhirnya dikatakan layak mendapat predikat Wilayah Birokrasi bersih dan melayani (WBBM).
Pertama adalah Zona Integritas, dimana predikat yang diberikan kepada unit organisasi pemerintah yang berkomitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui Reformasi Birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan KKN dan peningkatan kualitas pelayanan public.
Kedua adalah Wilayah Bebas Korupsi (WBK), merupakan predikat yang diberikan kepada unit organisasi pemerintah yang telah berhasil melaksanaan reformasi birokrasi dengan baik (mencakup perubahan di bidang Manajemen Perubahan Organisasi, Penataan tata laksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan pengawasan dan peningkatan Kualitas pelayanan Publik), serta memenuhi indikasi bebas KKN, pelayanan public yang prima dan berkinerja tinggi.
Ketiga adalah Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), predikat yang diperoleh unit organisasi pemerintah yang telah berhasil melaksanaan semua perubahan pada tahapan WBK ditambah lagi dengan telah terdapat peningkatan tata Kelola pemerintahan yang konsisten dan berkelanjutan.
Dari tiga tahapan penilaian reformasi birokrasi yang dilakukan terlihat bahwa perubahan / reformasi birokrasi dimulai dengan:
– Pencanangan komitmen dari suatu unit instansi pemerintah beserta jajarannya.
– Diikuti dengan melakukan perubahan / reformasi pada 6 area yang ditentukan.
– Terakhir adalah mewujudkan budaya birokrasi yang bersih dan melayani.
Dari tahapan yang harus dilalui oleh unit organisasi pemerintah untuk mendapatkan predikat WBBM, terlihat upaya dari Kemenpan RB untuk mengarahkan perubahan / reformasi birokrasi yang sudah dilakukan di tahapan WBK bisa menjadi sebuah budaya kerja yang baik, sehingga perubahan yang dilakukan bukan bersifat temporary tetapi merupakan perubahan permanen yang akan menjadi ‘pattern baru’ kinerja unit organisasi pemerintah.
Mengapa perubahan/reformasi birokrasi yang sudah dilakukan tersebut harus menjadi budaya kerja bagi unit organisasi pemerintah?
Menurut Schermerhorn, Hun, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah system yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri, sedangkan menurut Susanto Budaya Organisasi adalah Nilai nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapai permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertingkah laku atau berperilaku.
Dari rumusan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah peluang untuk membangun sumber daya manusia dari aspek perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan tantangan yang ada sekarang dan di masa depan.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak secara kasat mata, namun dapat menggerakkan individu di dalm organisasi untuk bergerak sesuai dengan aturan dan nilai yang dianut oleh orgaisasi itu sendiri.
Semakin kuat budaya organisasi yang terbentuk akan semakin bagus untuk mendukung kinerja organisasi dan pencapaian visi organisasi.
Dalam suatu budaya organisasi yang kuat, nilai-nilai bersama akan dipahami secara mendalam, dianut oleh semua individu di dalam organisasi dan diperjuangkan oleh selutuh anggota organisasi, sehingga akan mempengaruhi efektivitas kinerja organisasi.
Untuk melihat bagaimana suatu institusi pemerintah melakukan perubahan/reformasi birokrasi dalam membentuk budaya kerja baru sesuai dengan internalisasi nilai-nilai yang dianut organisasi tersebut, kita bisa melihat apa yang sudah dilakukan di Kementerian Keuangan sejauh ini berdasarkan roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan.
Dengan mengacu kepada TAP MPR nomor XI/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta UU nomor 28 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, era perjalanan panjang reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan dimulai dengan dilakukan pembaharuan terhadap pengelolaan keuangan negara dengan diberlakukannya paket UU terkait pengelolaan keuangan negara yaitu : UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Pemberlakuan tiga Undang-Undang tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan restrukturisasi di internal Kementerian Keuangan. Pemisahan fungsi penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran dilakukan sebagai wujud akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dan melakukan modernisasi administrasi perpajakan dengan membentuk Large Tax Office.
Selanjutnya pada tahun 2007 Kementerian Keuangan melanjutkan agenda Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan melalui 3 Pilar Utama : Pilar Organisasi, Pilar Proses Bisnis dan Pilar SDM.
Pembenahan Organisasi dilakukan melalui penajaman tugas dan fungsi, pengelompokan tugas-tugas yang koheren, eliminasi tugas yang tumpeng tindih, dan modernisasi kantor baik di bidang Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai, Perbendaharaan, Kekayaan Negara, dan fungsi-fungsi keuangan negara lainnya.
Pembenahan Proses Bisnis dilakukan melalui penetapan dan penyempurnaan SOP yang memberikan kejelasan dan janji layanan, dilakukannya Analisa dan evaluasi jabatan, penerapan system peringkat jabatan, dan pengelolaan kinerja berbasiskan balnce scorecard serta pembangunan berbagai system aplikasi e-government.
Pembenahan Pilar SDM dilakukan melalui peningkatan disiplin, pembangunan assessment centre, diklat berbasis kompetensi, pelaksanaan merit system, penataan SDM, dan penerapan reward and punishment secara konsisten.
Selanjutnya dengan diterapkannya Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang grand design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Permenpan RB nomor 20 tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2014,
Agenda Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan diintegrasikan dengan Agenda Reformasi Birokrasi Nasional yang dilakukan melalui 8 area perubahan dan pelaksanaan Monitoring dan evaluasi.
Beberapa capaian strategis yang berhasil diraih Kementerian Keuangan dan patut dicatat diantaranya : terkait Manajemen Perubahan dengan berhasilnya merumuskan nilai-nilai Kementerian Keuangan yang terdiri dari, Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan yang pada akhirnya menjadi ‘roh’ dari implementasi pelayanan yang dilakukan Kementerian Keuangan kepada masyarakat.
Penataan tatalaksana diantaranya Pembangunan system aplikasi terintegrasi SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) yang mengkoneksikan seluruh Satuan Kerja Kementerian Lembaga yang ada di Indonesia.
Penataan Sistem SDM dengan pengukuran beban kerja, penerapan open bidding jabatan dan merit system. Penguatan pengawasan dengan membentuk unit-unit kepatuhan internal di setiap jenjang organisasi, pembangunan whistleblowing system dan perolehan predikat WBK/WBBM.
Penguatan akuntabilitas Kinerja, Pengukuran berkala Peningkatan kualitas pelayanan public melalui indeks kepuasan stake holder dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi berkelanjutan yang dibuktikan dengan perolehan laporan hasil pemeriksaan BPK dengan status Wajar Tanpa Pengecualian secara berturut-turut.
Dengan melihat apa yang sudah dilakukan di Kementerian Keuangan, proses reformasi brikokrasi untuk membentuk budaya kerja yang kuat itu membutuhkan waktu yang panjang, komitmen yang tinggi, inovasi yang dilakukan secara terus menerus, monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap setiap tingkat pencapaian kinerja organisasi.
Untuk mengukur tingkat pencapaian reformasi birokrasi dari seluruh unit kerja pemerintah, menarik untuk disimak hasil pemeringkatan terhadap Kementerian Lembaga yang dilakukan oleh Kemenpan RB tahun 2017 yang lalu, dimana dari 84 Kementerian Lembaga, hanya 2 K/L yang mendapatkan predikat A, yaitu :
Kementerian Keuangan dan BPK, 43 K/L mendapat predikat BB, 31 K/L mendapat predikat B, 3 K/L mendapat predikat CC dan 3 K/L mendapat predikat C.
Berikutnya pada tahun 2020 Kemenpan RB melakukan pemeringkatan terhadap Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia, hanya 1 Pemda yang mendapatkan predikat A, 4 Pemprov dan 8 Pemkab/kota mendapat predikat BB serta 21 Pemprov dan 115 Pemkab/kota mendapat predikat B.
Hasil pemeringkatan yang dilakukan oleh kemenpan RB tersebut menunjukkan bahwa proses reformasi birokrasi yang diharapkan bisa membentuk budaya kerja yang lebih baik pada setiap tingkatan unit organisasi pemerintah tidaklah sama, namun setidaknya kita tetap memberikan apresiasi untuk semua pihak yang sudah memulai walaupun masih berproses atau masih setengah jalan.
Di masa yang akan datang, kita berharap impact dari semua perubahan yang dilakukan pemerintah akan membentuk budaya kerja baru yang akan bermuara pada peningkatan kualitas layanan public yang lebih baik lagi.
Oleh: Andi Permana – Bidang SKKI Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumbar Kementerian Keuangan.
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis bekerja.